Zani

Anggota tim keamanan Averardo Vault dan pemegang gelar "Karyawan Terbaik" selama lebih lama dari yang ingin ia ingat. Ia punya banyak rencana untuk waktu luangnya, tapi untuk sekarang, misinya yang paling penting sangat sederhana: pulang tepat waktu.

🔍 Informasi

Tanggal Lahir
Unknown

Jenis Kelamin

Perempuan

Tempate Lahir

Rinascita

Afiliasi

The Montelli Family

📋 Forte Examination Report

Resonance Power

Scorched Radiance

Resonance Evaluation Report

[Profil Karyawan Averardo Vault — Access Permission Confirmed]

Nama Karyawan: Zani

Riwayat Awakening milik Zani tetap tidak diketahui. Tingkat perkembangan Forte serta frekuensi penggunaannya tergolong tinggi.

Tacet Mark milik Zani membentang secara diagonal di punggungnya. Setelah mengalami Awakening, ia menunjukkan perubahan fisik yang signifikan, termasuk tumbuhnya tanduk menyerupai kambing jantan dan ekor ramping yang memanjang dari tulang ekornya. Saat mengaktifkan Forte, Zani dapat menyimpan energi kinetik berlebih di dalam tubuhnya untuk memperkuat kemampuan fisik. Energi yang tersimpan ini tampak secara visual sebagai aliran cahaya terang yang keluar dari tanduk, ekor, dan rambutnya. Selain itu, tanda-tanda bercahaya muncul di seluruh bagian tubuh atasnya. Menurut pengakuannya, tanda tersebut adalah bekas luka yang telah sembuh, meninggalkan jejak samar yang nyaris tak terlihat oleh mata telanjang. Diduga struktur halus dari kulit yang telah sembuh ini memungkinkan konsentrasi energi di area tersebut.

Zani menceritakan sebuah insiden beberapa tahun lalu, di mana ia terluka parah akibat upaya penyerangan yang direncanakan oleh ▇▇▇▇▇▇▇. Di tengah serangan tersebutlah ia membangkitkan Forte-nya, dan berhasil mengusir para penyerang menggunakan kemampuan barunya. Hasil analisis Resonance Spectrum Pattern tidak mampu menentukan penyebab Awakening-nya. Pengujian sampel menunjukkan Rabelle’s Curve yang tidak konvergen. Karena itu, Zani diklasifikasikan sebagai seorang Mutant Resonator dengan periode inkubasi.

"Ciri fisik khas Zani pasca-Awakening mengingatkanku pada legenda-legenda lama yang pernah dikumpulkan keluargaku. Cerita-cerita itu menyebutkan sosok-sosok supernatural aneh yang konon bersembunyi di bayang-bayang jauh sebelum Lament. Mungkinkah ada kaitan antara legenda itu dan penyebab Awakening-nya? Atau ini hanya kebetulan aneh belaka?"

"Jangan dipikirkan terlalu dalam. Mungkin dia bangkit karena Tumbleyak... atau kambing."

Overclock Diagnostic Report

[Profil Karyawan Averardo Vault — Access Permission Confirmed]

Grafik waveform milik karyawan ini menunjukkan fluktuasi elips. Pola Time Domain terpantau teratur dan tidak ditemukan tanda-tanda fluktuasi abnormal. Hasil pengujian dinilai berada dalam fase normal.

Resonant Criticality: Tinggi. Karyawan ini memiliki tingkat stabilitas tinggi dengan risiko Overclocking yang minimal.

Catatan menunjukkan tidak ada riwayat Overclocking. Tidak ada kebutuhan saat ini untuk konseling psikologis.

"Sejujurnya, aku tidak heran dengan hasil ini. Ketahanan mental Nona Zani mungkin lebih kuat dari dinding tahan ledakan di Vault! Dengan semua stres yang ia hadapi di tempat kerja, aku nggak akan kaget kalau dia sudah menemukan cara melepas penat yang sangat efektif. Kupikir aku akan tanya langsung setelah tugasku hari ini selesai. Akan bagus kalau bisa dibagikan ke Resonator lain di keluarga." — Memo Departemen Riset

"Cara aku ngilangin stres? Yah, kadang aku... ugh, kerja sukarela setelah jam kerja. Itu termasuk, kan?"Zani

📦 Cherished Items

Personal Memo

Sebuah buku catatan—teman setia Zani.

Isinya bukan cuma jadwal harian dan tugas penting, tapi juga beragam life hack yang ia kumpulkan sepanjang waktu.

Mulai dari resep yang ia temukan di forum, tips sukses dari buku laris, hingga tutorial cepat memperbaiki mesin cuci dalam lima menit—Zani mencatat segala macam trik yang tampaknya tak berguna.

Koreksi.

Trik yang benar-benar nggak ada gunanya.

Namun bagi Zani, setiap catatan adalah bagian berharga dari kesehariannya.

Ia tetap menyimpan harapan bahwa suatu hari nanti, semua trik itu akan berguna.

Mungkin hari ini saat ia sedang libur kerja, atau saat liburan jauhnya berikutnya, atau mungkin saja...

"Master of Time Management"

Sebuah jam alarm—teman setia Zani.

Jam ini adalah jenis hibrida: dari desain dan bahannya, ia tampak seperti jam saku, tapi ukurannya jauh lebih besar.

Setiap pagi di hari kerja, dentingannya membangunkan Zani dengan keras, menandai dimulainya hari.

Sebagai karyawan Montelli, Zani menangani kekayaan besar dan rahasia tersembunyi, dan bahkan keterlambatan satu menit saja bisa berujung pada kerugian yang katastrofik.

Karena itulah, ketepatan waktu sangatlah penting baginya.

Zani membagi harinya ke dalam segmen-segmen waktu yang terukur dengan cermat, memastikan semua tenggat dapat ia penuhi dengan presisi tinggi.

Meski sebagian orang mengira ia memang terlahir dengan bakat manajemen waktu, hanya para karyawan lama yang tahu kenyataannya: Zani telah bekerja keras tanpa henti untuk mencapai efisiensi seperti itu.

A Token of Gratitude

Bagi Zani, membantu orang lain hanyalah bagian dari rutinitas sehari-hari—bukan sesuatu yang perlu dibanggakan atau dicari pengakuannya. Pernah berada di posisi sulit, ia tahu betapa berharganya sebuah uluran tangan.

Dan ketika ia akhirnya cukup kuat untuk menghadapi kekejaman, ia memilih untuk menjadi tangan penolong itu.

Tanpa pamrih.

Karena memang begitulah dirinya.

Beberapa bekas luka di tubuhnya adalah pengingat dari kasus penculikan yang sudah lama dilupakan oleh Ragunnesi.

Setelah perjuangan panjang, ia berhasil menyelamatkan gadis kecil yang diculik.

Sebagai tanda terima kasih, gadis itu menghadiahkan mainan ini kepada Zani sebelum orang tuanya tiba.

Bagi Zani, apa yang ia lakukan mungkin terasa biasa saja.

Tapi bagi orang lain, itu mengubah segalanya.

Ia tak sering mengingatnya, namun mainan itu tetap ia simpan—sebagai pengingat diam-diam akan masa lalunya.

📜 Story

"A Regular"

Sudah lewat tengah malam, dan cahaya dari jendela-jendela toko perlahan padam, meninggalkan kota Ragunna yang semarak dalam pelukan sunyi yang khidmat. Bahkan Signor Octopus di menara lonceng seolah ikut terlelap. Yah, kalau Echo memang bisa bermimpi, tentu saja.

"Sepertinya nggak bakal ada pelanggan lagi malam ini,"

Margherita menguap.

"Yah, mendingan beres-beres dan pulang."

"Ciao, Margherita. Seperti biasa. Nectarwine dan kentang goreng. Tambah selai gemberry dan lada hitam. Terima kasih."

Margherita terdiam sejenak mendengar suara familiar dari belakangnya. Suara itu membawa beban kelelahan yang berat, seolah jiwa si pemiliknya sudah ditarik ke langit oleh Imperator, menyisakan tubuh kosong yang masih tersisa. Bagi orang luar yang tak mengenal Ragunna, nada hambar itu bisa saja membuat mereka langsung kabur.

"Sudah lama nggak mampir, Nona Zani,"

ujar Margherita sambil tetap sibuk membersihkan remah-remah pizza dari oven.

"Baru pulang kerja? Akhir-akhir ini sibuk ya?"

"Yah, bisa dibilang begitu,"

jawab Zani, tatapannya terpaku pada meja seakan yang dilihatnya adalah tumpukan laporan baru dicetak, bukan pizza hangat yang menggoda.

"Kau tahu sendiri, dengan Carnevale yang sebentar lagi, Bank kerja kayak tiga orang sekaligus. Tapi ya, itu juga nggak terlalu ngaruh. Beban kerjanya nggak ada habisnya juga."

"Bagi kami, keluarga Montelli, Carnevale adalah peluang sekaligus tantangan.

Itu yang dikatakan Alberto saat ia menerima tugasnya.

"Demi masa depan Ragunna, kita semua harus menjalankan peran kita."

Tapi bagi Zani, kata-kata itu terasa hampa. Ia bekerja untuk Bank karena mereka membayar. Ia bukan aktor yang datang untuk "bermain peran." Meskipun begitu, ia harus mengakui—tamu yang harus ia lindungi kali ini sempat memantik sedikit rasa penasaran di hatinya. Aroma kentang goreng dari penggorengan mulai menyebar, membuat perutnya merintih protes.

"Besok sarapan apa ya?"

pikirnya.

"Pancake tadi pagi dingin dan bikin perutku sakit. Mungkin bubur pakai telur panggang aja... Oh, dan dua sendok gula. Wajib."

Tepat saat itu, suara retakan kecil memecah keheningan malam. Margherita yang sedang sibuk dengan penggorengan tak menyadarinya. Mungkin seluruh kota Ragunna yang tengah tertidur pun tak menyadarinya. Tapi Zani sadar. Ia mendongak dan melihat bayangan melintas di atap. Suara itu berasal dari genteng lepas yang terinjak secara ceroboh.

Carnevale tidak hanya menarik turis yang taat hukum.

Dengan helaan napas pasrah, Zani merogoh dompet dan meletakkan beberapa Shell Credit di atas meja. Batal sudah camilan tengah malamnya.

"Ta-da! Kentang gorengmu sudah siap, Nona Zani—"

seru Margherita sambil berbalik membawa sepiring penuh, hanya untuk mendapati bangku tempat Zani duduk kini kosong.

Shadow of the Blaze

Kutipan dari Edisi Khusus Pioneer Express: Penjaga Malam — Inkarnasi Keadilan, atau Penjahat Licik?

"Saat aku ingin berteriak, dia langsung melesat di atas kepalaku! Dia... Nggak, tunggu, dia itu cewek. Ya, aku rasa perempuan. Gerakannya cepat banget, dan gelapnya malam bikin aku nggak bisa lihat jelas. Tapi aku bersumpah, ada sesuatu di kepalanya, kayak penjepit rambut aneh. Atau mungkin itu cuma rambutnya yang terhempas angin? Aku nggak yakin sih..."

Sabrina (Perempuan, 36), salah satu saksi mata.

"Para saudara di Chamber of Discipline akhirnya sepakat bahwa buronan itu adalah sosok yang benar. Aku sangat menentang keputusan itu saat itu, dan sampai sekarang pun masih! Buronan itu sudah melakukan puluhan penyerangan di Ragunna! Ya, ya, aku tahu yang dia serang itu para penjahat, tapi seharusnya mereka ditangkap oleh Chamber of Discipline atas nama Imperator, dan dijatuhi hukuman di bawah tatapan agung Sentinel! Bukan oleh preman yang menegakkan ‘keadilan jalanan’! Ini penghinaan terhadap otoritas Sentinel!"

Acolyte anonim, dari Chamber of Discipline

"Ya, beberapa tetanggaku juga pernah melihatnya. Katanya, metodenya makin ekstrem sekarang. Mereka bahkan menyebutnya 'Jagal Penjahat'... Katanya sih dia nggak pernah membunuh? Hah, aku nggak percaya. Dia menghadapi penjahat kelas berat, masa bisa nahan diri? Kecuali dia jauh lebih kuat dari mereka, tapi... apa itu mungkin?"

El Lawson (Laki-laki, 42), warga Egla Town, mengomentari aksi misteriusnya saat insiden penyerangan Plushie Echoes oleh “Si Pembantai Plushie”. Karena warga Egla selalu menghindari keluar malam, tak ada yang melihat wajahnya.

"Aku sudah lama mengikuti jejak si pembalas yang dikirim oleh Sentinel. Kenapa aku yakin dia terkait dengan Sentinel? Belum dengar soal Flames of Retribution yang menyelimutinya? Api suci itu pasti anugerah dari Sentinel. Semakin besar kejahatan yang ia hadapi, semakin terang cahaya yang membakar. Ada yang menyebutnya iblis? Omong kosong... Iblis macam apa yang berjuang demi keadilan?"

Rhea (Perempuan, 33), Acolyte dari Chamber of Discipline. Pernah ikut penyelidikan terhadap sosok ini beberapa tahun lalu.

"Waktu itu aku lembur. Saat lewat di depan gerbang Chamber of Discipline, aku lihat Talos dari Black Alley diikat bareng komplotannya, semuanya pingsan. Mungkin aku cuma berhalusinasi, tapi di cahaya pagi yang temaram, aku sempat lihat seseorang jongkok di atas atap seberang. Dia langsung lenyap. Yang aku ingat, tubuhnya penuh luka, kayak baru keluar dari neraka. Apa? Maksudmu dia ngalahin Talos dan seluruh gengnya sendirian?!"

—Rekaman audio arsip dari beberapa tahun lalu. Identitas pembicara tidak diketahui.

Sebagian besar kejadian ini terjadi bertahun-tahun lalu, dan kesaksian yang dikumpulkan sejauh ini sering kali saling bertentangan dan minim detail. Namun satu hal tetap jelas: Gelombang Gelap Kedua dan insiden Carnevale satu dekade lalu meninggalkan luka mendalam di Ragunna. Dalam kekacauan yang menyusul, muncul sosok misterius yang menghukum kejahatan dalam gelap malam.

Di masa kelam itu, banyak orang kehilangan harapan dan terjerumus ke dalam dunia kriminal. Barulah ketika sosok perempuan misterius itu memburu mereka satu per satu dan menyeret mereka ke penjara, ketertiban perlahan kembali ke Ragunna.

Tak banyak yang mau membicarakan tahun-tahun pahit itu. Sesuai dengan tradisi Carnevale, masyarakat Ragunna percaya bahwa Imperator menghendaki mereka untuk merayakan kegembiraan, bukan tenggelam dalam luka masa lalu. Akibatnya, catatan tentang sosok ini—yang dikenal sebagai Blazing Nightwalker—perlahan menghilang menjadi legenda.

Namun menjelang Carnevale baru-baru ini, bisikan-bisikan kembali terdengar. Seseorang mengaku melihat sosok yang mirip legenda lama itu kembali berkeliaran di jalanan.

Bagi Ragunna, apakah ini pertanda krisis yang akan datang? Atau sekadar peniru bayangan sang pahlawan masa lalu?

Waktu yang akan menjawabnya.

Best Employee

"Ya, keluarga Figaro ngaku mereka sudah bayar tiga hari lalu. Penjamin mereka yang katanya 'terhormat'? Hilang entah ke mana. Sekarang mereka coba muterbalikkan bukti tipis itu jadi kesalahan pencatatan di pihak kita."

Zani mengangkat bahu, nadanya tenang dan santai, seolah hanya sedang ngobrol dengan Acorus si Pedang di taman.

"Iya. Intinya mereka mau ngerjain kita. Trik lama, sejak zaman orang Ragunnesi pertama kali mancing dari Gondola. Santai aja, aku yang 'negosiasi' nanti. Sip, selesai. Ciao."

Zani menutup panggilan, menyelipkan buku besar di bawah lengannya, lalu melangkah keluar dari kantor. Di belakangnya, bisik-bisik mulai menyebar di antara rekan kerja. Bukan karena mereka meragukan kemampuannya—justru sebaliknya. Semua tahu pasti bagaimana ini akan berakhir. Masalah remeh begini nggak bakal masuk halaman depan koran. Paling banter, diselipkan di pojok bawah rubrik kecil bareng iklan murah dan barang hilang. Tidak akan ada nama Zani, apalagi keluarga Montelli. Mungkin hanya ada berita singkat soal beberapa anggota Figaro yang ‘secara kebetulan’ tertimpa perancah di dekat menara jam, atau kepala keluarga mereka yang tiba-tiba bermurah hati mendanai seni untuk ‘mitra bisnis tercinta’ mereka, Montelli.

Apakah Zani karyawan terbaik di bank? Tidak diragukan lagi.

Kinerjanya yang luar biasa sering bikin penasaran para pegawai baru. Ia selalu pulang larut malam setiap hari, datang kerja dengan wajah kelelahan dan lingkaran hitam di bawah mata. Ia juga sering dapat tugas lapangan yang paling berbahaya, tapi tak pernah gagal satu kali pun. Para pegawai lama menyebut namanya dengan nada khidmat, seolah ia adalah semacam dewa pelindung. Bahkan ada yang bilang, kalau ia ditugaskan menangkap Cetus the Tidebreaker hanya bermodalkan mie basah, ia tetap akan pulang keesokan paginya dengan si "ikan kecil" itu—tepat waktu, seakan cuma mengambil pizza takeout.

Bagaimana caranya? Tak ada yang tahu.

Beberapa anak baru mencoba meniru semua kebiasaannya, berharap bisa mengungkap rahasia keberhasilannya. Mereka lihat ia tak pernah lepas dari minuman energi, dan menyimpulkan itu sumber stamina supernya—seperti Heliobane Fungia bagi pelaut Riccioli di komik lama. Maka mereka pun ikut menenggak minuman energi, berharap bisa begadang dan menyelesaikan proyek legendaris. Tapi hasilnya? Tertidur lemas di meja, pegal karena tidur sambil duduk, dan akhirnya kena semprot supervisor karena performa jeblok keesokan harinya.

Apa yang ada di pikirannya? Tak ada yang tahu.

Pegawai lama masih ingat samar-samar Zani saat pertama kali masuk bank. Gadis muda yang pendiam dan dingin, agak nekat, dan sedikit terlalu nyaman dengan kekerasan. Tapi dalam dua bulan, ia sudah menguasai semua prosedur. Dua bulan setelah itu, ia nyaris setara dengan karyawan terbaik. Di tahun ketiganya, lencana "Karyawan Terbaik" tak lebih dari bonus kecil yang datang bersamaan dengan gajinya.

Tapi... apa yang membuatnya sampai sejauh ini? Jawabannya beragam. Ada yang bilang ia punya cinta besar untuk Ragunna, dan merasa punya tanggung jawab melindunginya. Ada yang menilai ia ambisius, ingin menyandang nama keluarga Montelli, bahkan mungkin mengincar posisi kepala keluarga. Lalu ada juga yang curiga Montelli membayarnya sangat besar—lebih dari gaji standar—agar tetap terikat secara finansial.

Kalau ada yang langsung bertanya pada Zani, dia hanya akan berkedip, tanpa ekspresi.

"Menarik juga. Tapi aku cuma pegawai biasa kok. Tapi aku ada ide. Kalau kamu yakin departemenku gajinya segitu bagus, kenapa nggak pindah ke sini aja? Bantu kurangi bebanku. Ini kan cuma rotasi internal, jadi nggak bakal melanggar perjanjian non-kompetisi, kan?"

Night's Solitary Path

...Masih ada cukup waktu.

Zani berlari menembus lorong-lorong gelap, rasa perih di bahunya menjadi pengingat nyata betapa dekatnya ia dengan maut. Pria kekar tadi—pergelangan tangannya bahkan setebal lehernya—hampir saja menghabisinya. Rencananya sederhana: menjatuhkan pria itu sebelum sempat bereaksi. Tapi ia ternyata jauh lebih cepat dari yang diperkirakan. Untungnya, refleks Zani masih lebih tajam. Kalau tidak, pisau itu bukan hanya menggores bahunya, tapi menembus langsung ke jantung.

Bukan cedera pertamanya. Ia sudah lama kehilangan hitungan akan berapa banyak luka yang ia kumpulkan selama berbulan-bulan membasmi kejahatan. Luka-luka itu toh sembuh. Lagipula, ia yakin orang-orang yang memberinya luka itu pasti berakhir jauh lebih parah.

Strateginya sederhana: beri pelajaran keras pada para kriminal tanpa pernah mengungkap jati dirinya, lalu lenyap sebelum Chamber of Discipline datang membereskan sisa-sisa. Bukan karena ingin jadi pahlawan. Ia hanya tidak cukup bodoh untuk memberi sasaran besar di punggungnya, lalu diusir dari Ragunna dan bersembunyi di kota suram yang bahkan tidak punya pizza atau Nectarwine.

Lebih aman jadi orang biasa. Sosok yang tak mencolok. Yang tak dianggap ancaman oleh siapa pun.

Target malam ini: komplotan penculik. Ia sudah melacak mereka selama beberapa hari, dan si pemimpin—pria tangguh dari sebelumnya—ternyata bukan cuma otot. Seorang Resonator licik. Tapi ia membuat kesalahan fatal: berjalan sendirian. Itu membuka celah sempurna bagi Zani untuk menyerang. Sekarang, tinggal menyingkirkan sisanya sebelum mereka sadar bosnya hilang.

Ia menggenggam erat brass knuckle-nya, memutar pergelangan tangannya.

"Bos pasti balik sebentar lagi, kan? Rumah anak itu nggak jauh,"

ucap pria kurus sambil menguap, melirik ke arah gadis kecil yang meringkuk di pojok kandang kayu, memeluk bonekanya. Ia mengangkat dagunya,

"Setelah kita dapat uang, gimana? Kulepas aja anaknya, ya?"

"Tapi dia udah lihat wajah kita,"

keluh pria pendek.

"Kalau kita lepasin, kita bisa jadi buruan si... siapa tuh namanya? Blazing apa?"

"Blazing Nightwalker,"

pria kurus mengoreksi.

"Gua ngerti kenapa bos khawatir, tapi perjanjian ya perjanjian. Kita ambil uangnya, kita lepas anaknya. Ngebunuh tuh berlebihan."

"Demi nama Imperator, Ragunna udah lama jadi tanah tanpa hukum,"

gumam si pendek, membuat keheningan suram menyelimuti mereka. Si kurus menoleh ke arah gadis kecil di kandang, tapi cepat-cepat memalingkan wajah, seolah terbakar.

"...Gue butuh udara."

Ia berdiri, kesal, dan membuka pintu markas mereka. Udara malam yang dingin menyergapnya sejenak, tapi tidak lama. Sebelum sempat bereaksi, benda logam dingin menghantam dahinya, dan gelap pun menelannya.

"Siapa, siapa lu?!"

Pria pendek itu merangkak ke arah pistol di seberang meja. Ia nyaris berhasil meraihnya—tapi penyusup itu lebih cepat. Saat kesadarannya mulai memudar, ia merasa ujung jarinya menyentuh gagang pistol. Itu saja.

Selesai, pikir Zani, menghela napas lega. Luka di bahunya terbuka lagi, tapi semua ini sepadan.

Dengan satu pukulan, ia menghancurkan gembok kandang kayu, melepas mantel si pria kurus, lalu menyelimutkan tubuh gemetar si gadis. Ia sudah mengirim surat tanpa nama ke Chamber of Discipline dalam perjalanannya tadi. Kalau semuanya berjalan lancar, mereka akan segera tiba. Saatnya ia pergi.

"E-eh... permisi..."

Zani menoleh, melihat si gadis kecil berdiri di belakangnya, ragu-ragu. Mengumpulkan semua keberaniannya, sang gadis mengulurkan boneka kesayangannya.

"Ini, ini buat kamu! Makasih udah selamatin aku!"

Tidak perlu. Aku nggak melakukannya demi ucapan terima kasihmu.

Namun kata-kata itu tak sempat keluar. Zani berjongkok, menatap mata si gadis—mata yang lebar, penuh rasa takut. Dalam tatapan polos itu, ia melihat dirinya sendiri. Zani yang dulu. Yang sendirian. Yang tak berdaya. Yang tak bisa melakukan apa pun.

Ia pun tersenyum, mengusap rambut si gadis, lalu mengambil boneka itu dari tangannya.

"Terima kasih,"

ucapnya pelan.

"Akan kujaga baik-baik."

Eve of the Carnevale

Mungkin Zani bermimpi. Atau mungkin tidak. Kalau iya pun, mimpi itu telah menguap dari ingatannya terlalu mulus—seperti mentega yang meleleh di atas roti hangat. Ia membuka mata dan mematikan jam alarm yang masih berdering di samping ranjangnya.

Cahaya pagi mengalir lewat jendela, membingkai tepi karpet dengan cahaya keemasan yang lembut. Ia mengambil satu menit untuk benar-benar memaksa dirinya bangun sepenuhnya, dan saat itulah sisa-sisa mimpi yang rapuh menghilang tanpa jejak.

Bukan masalah. Mungkin memang bukan mimpi yang bagus juga.

Dengan semua lembur akhir-akhir ini, bahkan mimpi Zani pun jadi kacau dan tak berarti, hanya campuran tugas-tugas yang belum selesai berlompatan di pikirannya. Tak ada pelarian dari tekanan hidup nyata—jadi kenapa berharap bisa kabur lewat mimpi?

“Cukup, ah. Ada tugas penting yang harus diselesaikan.”

Zani menepuk ringan pipinya, membuang lamunan. Ia tahu kalau misi ini ingin ditangani dengan benar, ia harus fokus—demi cuti berbayar yang sudah dijanjikan atasannya.

Menghadap cermin, ia merapikan setelan kerjanya dengan cermat, menyesuaikan dasi hingga tepat seperti seharusnya. Ia tak tahu banyak soal tamu misterius itu. Yang ia tahu hanya bahwa dia punya Echo yang sangat spesial, dan bahwa keluarga telah mengirimkan dana dalam jumlah cukup besar untuk mendukung dirinya.

Entah kenapa, ia merasa ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan. Mungkin hanya sisa kegelisahan dari mimpi aneh tadi, tapi ia tak bisa mengabaikan perasaan bahwa apa pun yang akan ia dan tamu ini lakukan beberapa hari ke depan... bisa menentukan nasib banyak orang di Ragunna.

"Heh, ayolah. Aku cuma karyawan biasa."

Begitu “biasa” hingga kalau papan reklame di distrik Montelli roboh, ia pasti ikut tertimpa bareng belasan orang lain. Zani meraih jubahnya dari gantungan dan menyampirkannya ke bahu, seperti setiap pagi.

Ia menguap. Untung tak ada rekan kerja yang melihat.

Tugasnya hari ini tidak terlalu banyak. Tuan Alberto bilang ia bebas pulang setelah membantu tamu terhormat berpakaian hitam itu menyelesaikan urusannya di Bank. Setelah itu, tugas satu-satunya adalah menjadi pengawal dan penunjuk jalan hingga Carnevale berakhir. Kedengarannya mudah.

"Lakukan saja tugasku dan semuanya akan beres."

Zani menarik napas dalam. Aneh, ia merasa gugup, ekornya melambai perlahan tanpa ia sadari.

"Kalau dia datang pas jam makan siang, aku bisa sarankan makan di Trattoria Margherita, biar coba spesialitas Ragunna. Kalau ditolak, pakai rencana cadangan."

Zani cepat-cepat mengulang rute di kepalanya.

"Pizza di Bratta’s Bakery, lalu santai sore di tepi Whisperwind Haven..."

Ia cek lagi dan lagi, baru membiarkan dirinya rileks saat tak menemukan celah di rencananya.

Senyum kecil muncul di sudut bibirnya. Di sana—di balik gerbang bank—ia melihat tamu terhormat itu, berpakaian hitam, dengan sepasang mata emas. Seperti yang sudah ia duga.

"Kami sudah menantimu, Rover. Selamat datang di Averardo Bank."

Last updated