Yangyang
Last updated
Last updated
Tanggal Lahir
11 Oktober
Jenis Kelamin
Perempuan
Tempat Lahir
Huanglong
Afiliasi
Jinzhou
Breath of Winds
Dasar Evaluasi: [Resonance Assessment 1011-G]
Waktu pasti dan penyebab Awakening dari Resonator Yangyang masih belum diketahui. Sejak kecil, Resonator Yangyang melaporkan bahwa ia memiliki kepekaan tinggi terhadap lingkungannya.
Tacet Mark milik Resonator Yangyang terletak di bagian tengah dahinya. Setelah Awakening, tidak ditemukan perubahan fisik yang signifikan. Namun, saat fluktuasi frekuensi meningkat, transformasi ringan seperti bulu dapat terlihat di ujung rambutnya.
Resonator Yangyang dapat menyinkronkan dirinya dengan udara di sekitarnya dengan mendeteksi informasi dalam aliran udara dan menciptakan medan energi melalui aliran udara yang terkumpul.
Pola Resonance Spectrum milik Resonator Yangyang menunjukkan kemiripan lebih dari 20% dengan pola aliran udara dan spesies burung kecil. Meskipun ada reaksi Syntony yang kuat, polanya juga memiliki kemiripan lebih dari 5% dengan beberapa sampel lain yang sudah ada, menunjukkan kemungkinan adanya berbagai faktor atau kontaminasi yang menyebabkan Awakening-nya.
Analisis terhadap sampel uji menunjukkan Rabelleβs Curve yang tidak konvergen dengan peningkatan yang stabil. Beberapa fluktuasi dalam rentang normal juga terdeteksi. Oleh karena itu, Yangyang dikategorikan sebagai Natural Resonator.
Grafik gelombang dari Resonator Yangyang menunjukkan fluktuasi elips yang stabil dalam Time Domain tanpa pola abnormal. Setelah dilakukan pemeriksaan, semua hasilnya berada dalam parameter normal.
Dari segi Resonant Criticality, Resonator Yangyang berada di peringkat yang relatif rendah dengan tingkat stabilitas yang tinggi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak ada risiko Overclocking.
Resonator Yangyang memiliki riwayat Overclocking yang terdokumentasi.
Rating maksimum Overclocking yang pernah tercatat: Tidak signifikan.
Pada saat kejadian, Resonator Yangyang mengalami ledakan emosi dan kehilangan kontrol atas Forte-nya untuk sementara waktu. Untungnya, tidak ada korban jiwa atau bahaya yang dilaporkan, meskipun ia mengalami beberapa kali koma akibat stimulasi berlebihan. Pemeriksaan lebih lanjut mengungkap bahwa persepsi tinggi milik Yangyang menyebabkan efek samping yang merusak tubuhnya melalui Forte-nya. Efek samping ini kini telah stabil, tetapi transformasi seperti bulu di ujung rambutnya menjadi permanen.
Sensory overload yang dialami Yangyang telah berhasil dikendalikan, dan kondisi emosionalnya sekarang stabil dengan prognosis yang positif. Pemeriksaan rutin direkomendasikan untuk pemantauan lebih lanjut.
Striped Ribbon
Baret biru milik Yangyang selalu dihiasi dengan pita kecil yang terikat di tepinya. Ini adalah ciri khasnya, sekaligus hadiah berharga dari ibunya sebelum ia memulai perjalanannya.
Bagi Yangyang, pita ini melambangkan restu dari ibunya dan menjadi tanda dimulainya perjalanan yang ia tempuh sendiri. Ia tetap berpegang teguh pada tekad yang ia buat saat pertama kali mengenakan pita itu, berjanji untuk menuntaskan perjalanannya sampai akhir.
Sound Recorder
Seiring waktu, Yangyang mulai terbiasa dengan kehadiran Streams, hingga akhirnya ia berpikir untuk menangkap suara angin yang terus berubah.
Dengan bantuan modifikasi dari Baizhi dan teknologi konversi energi yang inovatif, sebuah perangkat dibuat untuk menyimpan Streams dalam bentuk informasi visual dan fisik.
Baik itu suara lembut salju yang jatuh di pegunungan, kisah yang belum terungkap, atau momen yang begitu menyentuh hingga membuat seseorang menitikkan air mata, Yangyang kini memiliki cara untuk merekam kenyataan yang dapat ia rasakan dengan kepekaan luar biasanya.
All in One
Sejak kecil, Yangyang sudah gemar membuat lonceng angin dengan menggunakan kristal giok yang dipoles berbentuk burung sebagai pemetiknya.
Awalnya hanya beberapa, tapi kini ia telah mengumpulkan dan menghadiahkan puluhan lonceng angin kepada orang-orang terdekatnya. Setiap lonceng memiliki desain unik yang terus berkembang seiring waktu, saat Yangyang menambahkan pemetik baru dan menyesuaikan posisinya.
Baginya, ini adalah perjalanan yang tidak ada akhirnya, dengan kemungkinan yang tak terbatas untuk diinterpretasikan. Meskipun ia tidak tahu melodi seperti apa yang akan tercipta dari lonceng angin tersebut, Yangyang tetap setia pada niat awalnyaβsebuah pencarian seumur hidup untuk menyempurnakan karyanya, sama seperti tradisi keluarganya: "One Instrument for Life."
Dalam setiap kelompok sosial, selalu ada seseorang yang memancarkan aura meyakinkan dan dapat diandalkan, membuat orang lain percaya bahwa mereka bisa mencapai apa punβmeskipun mereka belum pernah mencobanya sebelumnya.
Yangyang adalah salah satu dari mereka.
"Yangyang? Sepertinya... Dia bisa melakukan segalanya dengan sangat baik."
Orang-orang selalu berkata begitu. Kepercayaan ini mungkin berasal dari pengalaman mereka dengannya.
Sejak kecil, Yangyang unggul dalam studinya, termasuk etika, musik, sastra, matematika, dan seni bela diri... Dia selalu menduduki peringkat teratas di semua mata pelajaran dan ujian setiap tahunnya. Bahkan ketika menghadapi pengetahuan baru atau masalah sulit, Yangyang tidak pernah menunjukkan frustrasi; sebaliknya, dia selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah yang ada di hadapannya.
Yangyang selalu dipilih untuk memberikan pidato pada upacara tahunan sekolahnya. Namun, seperti orang lain, dia tetap mengambil napas dalam sebelum berbicara, menyembunyikan kegugupannya. Meski memiliki bakat dalam memahami konsep yang kompleks, dia bukanlah seorang jenius sejati. Dan meskipun orang lain melihatnya sebagai sosok yang sukses dan percaya diri, dia juga menghadapi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pelajaran pedang pertamanya, dia kesulitan mengendalikan ayunan dan mengeksekusi teknik dengan benar. Namun, alih-alih menyerah, dia bertekad untuk berlatih lebih keras. Selama dua bulan berikutnya, dia berlatih 100 kali sehari dan mencari bimbingan dari para senior, dengan rendah hati mengakui kelemahannya. Dia kemudian terus berlatih dengan reflektif, memperbaiki kekurangan yang dikemukakan orang lain. Akhirnya, tubuhnya beradaptasi dengan rasa sakit, dan dia mampu menahan beberapa serangan dari lawan.
Dua bulan kemudian, Yangyang kembali menjadi murid terbaik di kelas pedangnya.
Beberapa orang mencoba menghibur Yangyang, mengingatkannya bahwa hidup tidak sempurna dan bahwa dia harus merasa puas dengan pujian yang diterimanya. Namun, Yangyang selalu menolak nasihat ini dengan lembut, karena dia tahu bahwa dorongan dalam dirinya bukan berasal dari pengakuan orang lain.
Apakah dia sudah memberikan yang terbaik? Apakah semuanya telah dilakukan semaksimal mungkin? \ Pertanyaan-pertanyaan ini terus mengisi pikirannya.
Dengan senyum dan gelengan kepala yang lembut, dia menolak setiap nasihat untuk beristirahat, bertekad untuk mencapai kesempurnaan tanpa meninggalkan penyesalan atau rasa malu.
"Itulah Yangyang kita, selalu luar biasa seperti biasa. Kami tahu kamu bisa melakukannya!"
Saat itulah Yangyang menjadi seorang Outrider dan berhasil membantu menyelesaikan krisis TD regional. Seperti biasa, orang-orang memuji keunggulannya.
"Ya, kali ini aku berhasil, tapi bagaimana dengan lain kali? Masih banyak hal yang bisa aku lakukan lebih baik; masih banyak hal yang tidak aku ketahui. Mungkin aku harus mencari nasihat dari anggota senior Midnight Ranger..."
Menjadi seseorang yang selalu dapat diandalkan adalah tugas yang menakutkan, tetapi sangat penting. Hal itu membutuhkan usaha dan dedikasi yang tiada henti.
Yangyang bertekad untuk memberikan segalanya demi mencapai tujuannya. Dia ingin menjadi seseorang yang selalu bisa diandalkan kapan saja, dan dia tidak akan berhenti sampai dia berhasil.
Kebanyakan orang tidak tahu bahwa Yangyang memiliki perfect pitch.
Mungkin karena ia selalu menjadi sosok yang pasif, tidak pernah bernyanyi di depan umum atau mencari sorotan. Ia lebih suka berada di latar belakang dan mendengarkan. Sepertinya ia memang terlahir untuk menjadi pendengar.
Itulah sebabnya Chixia begitu terkejut saat Yangyang bisa menyenandungkan melodi yang baru sekali ia dengar dengan akurat. Ia tak bisa menahan diri untuk berseru,
"Bagaimana bisa kamu menghafalnya secepat itu? Dan suaranya luar biasa! Astaga!"
Tiba-tiba, semua orang teringat akan identitas lain Yangyangβanak kedua dari keluarga musisi. Tidak mengherankan jika ia memahami teori musik atau tahu cara bernyanyi.
Hal ini menjawab beberapa kebingungan sebelumnya. Cara berinteraksinya yang sempurna dengan orang lain, etiketnya yang tampak tanpa cela bahkan bagi orang yang paling kritis. Ya, tentu saja, ia pasti berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi.
Namun, pertanyaan lain muncul: Mengapa putri dari keluarga terkenal itu pergi ke kota perbatasan sendirian, mengorbankan kehidupan mewah dan karier yang menjanjikan? Apakah ada alasan mendalam yang membuatnya pergi?
Jika memang ada alasan itu, Yangyang tidak pernah membicarakannya kepada siapa pun. Ia tidak pernah mengeluh atau menghindari tanggung jawab, baik saat menjalankan tugasnya sebagai Outrider maupun saat menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Jika ada yang mengganggunya, itu mungkin justru teman-teman sesama Outrider-nya, karena... Ia selalu dengan sabar mendengarkan mereka.
Banyak yang mencari ketenangan dengan menceritakan perasaan mereka pada Yangyang, bukan untuk mencari solusi, tetapi hanya untuk meluapkan stres. Ia sangat memahami hal ini dan tetap netral, berempati dengan perasaan mereka. Ia mendengarkan tanpa menyela, memberikan bimbingan ketika diperlukan, lalu kembali diam. Dengan bantuannya, emosi yang kacau pun perlahan menjadi lebih teratur tanpa disadari. Sesi-sesi ini terbukti sangat berharga. Namun, dukungan Yangyang bukan sekadar setuju dengan semua yang dikatakan; ia memberikan saran yang tetap mengutamakan keinginan si pembicara.
Tak lama kemudian, Chixia menceritakan bakat luar biasa Yangyang kepada semua orang, memicu permintaan iseng agar ia bernyanyi.
Yangyang tersenyum malu dan melambaikan tangannya, berkata,
"Mungkin... Aku akan menyanyikannya untuk kalian nanti, saat aku sudah siap?"
Tatapan Yangyang begitu tulus, sehingga tampaknya ini bukan sekadar alasan atau penolakan sopan. Ia benar-benar bermaksud demikian dari lubuk hatinya. Tapi kapan? Mungkin ia ingin menunggu sampai semua orang yang ingin mencurahkan isi hati mereka telah selesai berbicara dengannya?
Memahami dan mengkritik sebuah pertunjukan membutuhkan pemahaman mendalam tentang musik. Namun, memiliki keterampilan dalam musik tidak berarti seseorang harus naik ke atas panggung.
Begitulah Yangyang berpikir, saat ia kembali memilih untuk melangkah mundur, membiarkan orang lain bersinar.
Sampai batas tertentu, tidak ada banyak perbedaan antara Yangyang saat berusia enam belas tahun dan Yangyang saat berusia enam tahun.
Dia masih memegang harapan yang sama terhadap dunia, tetap percaya pada dongeng, percaya pada kebaikan antarmanusia, percaya pada keajaiban, dan percaya bahwa segala sesuatu yang indah pada akhirnya akan terjadi.
Banyak orang menyebutnya sebagai keberuntungan yang naif, pemikiran seorang anak manja yang belum pernah menghadapi kenyataan pahit kehidupan.
Memang benar, Yangyang tumbuh dalam rumah yang penuh kasih sayang dan berkecukupan, terlindung dari penderitaan. Hidupnya terasa sempurna...
...Sampai hari itu tiba.
Pada usia 11 tahun, kehidupannya yang tenang hancur oleh serangan brutal dari Exiles saat dia melakukan perjalanan bersama kafilah keluarganya. Kengerian kematian dan kekejaman yang ia saksikan membuatnya terhuyung, memaksa dirinya melarikan diri dan mencari perlindungan di pemukiman asing. Penduduk di sana tangguh dan mandiri, hidup dengan hati-hati namun tetap mampu bertahan. Yangyang, yang sebelumnya tidak pernah kekurangan apa pun, kini harus belajar bertahan hidup di dunia yang asing baginya.
Dia tidak bisa memastikan apakah orang-orang di sekitarnya sama seperti para penyerang atau tidak. Sikap waspada mereka membuatnya ragu apakah dia bisa mempercayai siapa pun. Pakaian mewahnya membuatnya menonjol di antara mereka, dan mereka pun menatapnya dengan curiga. Apakah ini jebakan?
Pada akhirnya, seseorang menyodorkan makanan kepadanya. Dan dia menerimanya, meskipun makanan itu sangat asing baginya.
Bahkan di tempat yang paling gersang sekalipun, kebaikan tetap bisa tumbuh.
Yangyang ingin membalas kepercayaan yang mereka berikan, tetapi pengetahuannya tidak berguna di alam liar, dan keterampilan pedangnya masih terlalu kekanak-kanakan untuk menghadapi bahaya yang sebenarnya. Semuanya terasa asing baginya, tetapi inilah kenyataan yang dihadapi sebagian besar orang setiap hari. Kenyataan itu terasa begitu menyakitkan.
"Nenek, apakah selama ini... Nenek selalu hidup seperti ini?"
Yangyang bertanya saat membantu seorang wanita tua memilah sumber daya mereka yang terbatas.
"Iya. Kenapa? Gadis kota. Kaget? Tenang saja. Semua akan baik-baik saja."
"Tapi... kapan? Apa semuanya benar-benar akan membaik suatu hari nanti?"
"Tentu saja. Bagaimana mungkin hal baik bisa terjadi kalau kamu sendiri tidak percaya? Kami juga sempat ragu terhadapmu, tapi kami memilih untuk percaya. Begitu pula denganmu. Dalam hidup, kamu harus punya sesuatu untuk diyakini. Meski kamu tidak tahu bagaimana akhirnya nanti. Itulah yang namanya keyakinan."
"Kapan? Hm, mungkin saat kamu sudah dewasa, Nak."
Jadi ya, mungkin Yangyang memang belum mengalami cukup banyak penderitaan.
Atau mungkin, keinginan seseorang untuk berbuat baik bukanlah sesuatu yang lahir dari pengalaman, melainkan dari hati mereka sendiri.
Dalam situasi tergelap sekalipun, akan selalu ada orang yang memilih untuk berbuat baik hanya karena orang lain telah mempercayai mereka. Dan kepercayaan itu, pada akhirnya, akan menumbuhkan lebih banyak kebaikan.
Sejak hari itu, Yangyangyang selalu menyebarkan kebaikan kepada orang asing, semua berawal dari satu pertemuan itu.
Tentu saja, kebaikannya bukan tanpa batas. Pengkhianatan bisa mengubah angin sepoi-sepoi menjadi badai yang mengamuk.
Namun, dia tetap berpegang pada harapan, percaya pada kekuatan kebaikan. Dia memilih untuk percaya dan mengharapkan yang terbaik dari orang lain. Ini adalah caranya untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.
Yangyang telah jatuh ke dalam angin sebanyak tiga kali.
Pertama, saat dia terjatuh dari pelukan ibunya.
Tak lama setelah Yangyang lahir, dia sudah dikelilingi oleh cinta. Ibunya sering menggendongnya, berpura-pura membuatnya "terbang" sebelum "mendarat" kembali.
Namun, ketika ayunan itu terlalu tinggi, Yangyang merasakan desiran angin dan menyadari datangnya badai, bahkan sebelum dia bisa berbicara. Ketika dia mendarat, suara celotehnya dikira sebagai tangisan ketakutan karena kecelakaan kecil itu. Padahal, itu adalah reaksinya terhadap badai yang semakin mendekat.
Kedua, saat dia pingsan karena sensory overload.
Seiring bertambahnya usia, kemampuan Yangyang dalam merasakan aliran udara semakin kuat. Dia menyebutnya Streams, yang memungkinkannya menangkap fluktuasi energi, keanehan, bahkan detail sekecil apa pun dari seseorang.
Namun, semakin dia berusaha memahami kemampuannya, semakin dia terjebak dalam pusaran informasi yang tak ada habisnya.
Yang terjadi setelahnya bukanlah kejatuhan dalam arti fisik, melainkan kejatuhan dalam waktu. Sensory overload itu berlangsung selama berbulan-bulan, membuatnya berada di antara kesadaran dan ketidaksadaran. Dia merasa seperti bulu yang terjebak dalam badai, terus jatuh tanpa henti.
"Aku harus fokus pada detail yang bisa kugapai, bukan mencoba menangkap semuanya..."
Akhirnya, Yangyang berhasil menarik dirinya keluar dari pusaran itu dan "mendarat" dengan selamat.
Ketiga, dan mungkin bukan yang terakhir, adalah saat dia melompat ke dalam angin dengan kemauannya sendiri.
Sensory overload yang terus-menerus membuat rambutnya berubah dan mengajarkannya cara menoleransi ketidaknyamanan. Meskipun Streams membanjirinya dengan informasi berlebih, dia bisa menyaringnya untuk menemukan detail penting. Tanda-tanda perlawanan di lokasi hilangnya seseorang, fluktuasi energi aneh di luar kota, dan peningkatan reaksi energi yang semakin kuat...
Yangyang belum pernah menggunakan kemampuannya dalam situasi genting seperti ini, tetapi tekadnya untuk membantu mengalahkan keraguannya. Streams mengalir deras, membentuk jalur yang jelas menuju seorang anak hilangβyang saat itu sedang dikejar TDs, hampir jatuh dari tebing.
Tanpa ragu, Yangyang melompat ke arah anak itu, mengulurkan tangannya untuk menyelamatkannya.
Bulu-bulu beterbangan di udara, membawa Yangyang dan anak itu dalam hembusan angin yang lembut namun kuat.
Anak itu melihat sekeliling dan bertanya,
"Apakah Kakak adalah peri burung yang terbang di angin?"
Yangyang tersenyum, tenggelam dalam ingatannya.
Dia teringat saat-saat ketika dirinya jatuh ke dalam angin, berkali-kali.
Mungkin, dia memang benar-benar satu dengan angin.
Dalam perjalanannya meninggalkan rumah, Yangyang bertemu dengan dua jenis orang.
Jenis pertama selalu tampak terburu-buru, tetapi tidak pernah benar-benar tahu ke mana mereka pergi. Mereka sering tersesat dan akhirnya kembali dengan penyesalan. Sedangkan jenis kedua selalu memiliki tujuan yang jelas. Meskipun jalan yang mereka tempuh sulit dan penuh rintangan, mereka tetap berhasil mencapai tujuan akhirnya.
Yangyang mendongak, menatap Kota Jinzhou di cakrawala. Dia tidak yakin apakah dirinya bisa dianggap sebagai bagian dari kelompok kedua. Sekali lagi, pikirannya kembali pada ajaran keluarganya: "Satu Instrumen untuk Seumur Hidup."
"Satu Instrumen untuk Seumur Hidup." Ini adalah prinsip terpenting dalam ajaran keluarganya. Awalnya, itu berarti setiap anggota keluarga boleh berusaha unggul dalam berbagai hal, tetapi mereka harus memilih satu instrumen musik untuk dikuasai dan dilatih sepanjang hidup mereka hingga mencapai tingkat ahli. Namun, seiring berjalannya waktu, prinsip ini berkembang menjadi filosofi bahwa seseorang harus mendedikasikan hidupnya untuk satu tujuan besar dan mengejar keunggulan di bidang tersebut agar hidupnya bermakna.
Instrumen ibunya adalah menggubah musik. Yangyang pernah melihat banyak orang menari mengikuti alunan lagu ciptaan ibunya. Di sisi lain, kakaknya telah menjadi sosok sukses di kamar dagang.
Namun, tidak seperti mereka, Yangyang kesulitan memilih instrumen hidupnya sendiri. Apa yang pantas menjadi tujuan hidupnya? Seperti apakah orang yang seharusnya dia jadi?
Dia pun meminta petunjuk dari ibunya.
"Ibu, apakah Ibu ingin aku mewarisi usaha keluarga? Atau, apa yang Ibu ingin aku lakukan? Aku bisa mencoba apa saja, dan aku akan berusaha sebaik mungkin. Meskipun hidup ini penuh kemungkinan, pada akhirnya kita hanya bisa memilih satu jalan, bukan?"
Ibunya menatapnya dengan penuh kasih dan berkata,
"Anakku, justru karena itulah kamu tidak boleh mencari jawaban dariku, melainkan bertanya pada hatimu sendiri. Ini adalah pertanyaan sulit, tetapi kamu tidak perlu buru-buru menemukan jawabannya."
Dan begitu, Yangyang menyimpan pertanyaan itu dalam hatinya, menunggu dengan sabar jawaban yang terus menghindarinya. Dia menunggu hingga dia kembali dari pemukiman yang tandus, hingga dia berhasil keluar dari jurang keputusasaan, hingga dia mulai lelah dengan perlindungan berlebihan dari keluarganya. Keinginannya untuk menjelajahi dunia dan merasakan kerasnya kehidupan semakin besar. Dia tak lagi ingin menjadi daun yang hanya melayang terbawa angin. Dia ingin menanggung beban kenyataan, bukan bersembunyi darinya.
Saat itulah sebuah serangan mendadak terjadi di wilayah liar. Serangan dari Tacet Discord di garis depan menyebabkan banyak korban jiwa. Berita tentang tragedi ini menyebar cepat ke seluruh kota, membangkitkan kesedihan, amarah, dan keputusasaan di antara penduduknya. Perasaan mereka memuncak saat orang-orang berkumpul di sekitar api unggun. Tangis pecah, suara parau memenuhi malam. Namun saat pagi tiba, kesedihan menjadi kemewahan yang tak bisa mereka pertahankanβkehidupan harus terus berjalan.
Yangyang berdiri di tengah mereka, air mata mengalir di wajahnya. Dia tidak kehilangan siapa pun secara pribadi, tetapi melihat kesedihan mereka dan kegembiraan anak-anak yang berhasil diselamatkan membangkitkan sesuatu di dalam dirinya. Momen itu mengubahnya. Dia menemukan panggilannya: melindungi orang lain, seperti bagaimana dia pernah dilindungi. Dia ingin menjadi tameng yang menghalangi malapetaka dan memberi mereka harapan akan masa depan yang lebih cerah.
Pada malam pendaftarannya sebagai seorang Outrider, Yangyang berdiri di tepi Jinzhou. Dia menatap langit dan keramaian di bawahnya. Keraguan menyusup ke dalam hatinya. Mampukah dia benar-benar melindungi orang-orang ini? Apakah dia bisa mengemban tanggung jawab yang selama ini dia impikan?
Streams datang dari kejauhan, mengelilinginya dalam pelukan lembut, menghapus sisa-sisa keraguannya.
Mereka berbisik tanpa suara:
Jinzhou adalah tempatnya. Ini adalah tujuan bagi Yangyang si putri kaya, sekaligus awal perjalanan bagi Yangyang sang Outrider.